skip to main |skip to sidebar
takkan hidup tanpa ilmu...
Teori keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan
Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya
tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh
daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):
L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[5] mengatakan:
- ”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif.
Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu
di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga
suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi
mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan
mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam
(Nabi Muhammad SAW).”
van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
- ”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau
keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu.
Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka
mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan
kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di
kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh
karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad
SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada
orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan
Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
- Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan
abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di
pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang
merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i,
sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan
Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di
Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman
(non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah
dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat,
Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab
fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi.
Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena
Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan
fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar
di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan
(atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir
yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai
putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti
Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak
lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar